Wednesday, December 9, 2015

Sex Pertama Dila

www.bet77poker.com | Cerita Panas, Cerita Sex Dewasa, Cerita Sex Party, Cerita Sex ABG, Cerita Sex Pacar, Cerita Mesum Terbaru 2015 | Sex Pertama Dila – Hai.. Aku Dila.. Berikut ini adalah kisah pertama ku ngeseks, alias kehilangan keperawanan. dan anehnya, keperawananku ku berikan bukan pada pacarku, tapi pada orang yang mungkin bisa di katakan sahabat. Silahkan menyimak ya….
Aku sudah 2 bulan putus dengan pacarku, selama itu pulalah aku tidak dijamah pria. Malam minggu ini aku sendiri lagi. Kuputuskan untuk main ke sekretariat Mapala di kampusku yang biasanya ada yang menunggu 24 jam.

Aku bukan anggota, tapi kenal beberapa orang. Disana sepi, hanya ada Mas Putra yang tengah asyik nonton TV. Setelah saling menyapa, kami menonton sambil mengobrol.
“Kok nggak ngapelin Mbak Rosa, Mas..?” tanyaku.
“Nggak, lagi boring ketemu dia terus.”
“Lho kok..? Kan pacar..?”
“Iya sih, tapi lagi pengen ganti suasana aja.”
“Dia nggak marah nih, nggak ngapel..?”
“Nggak, kita lagi berantem kok!”
“Kenapa..?”
“Rahasia dong.”
“Paling urusan seks.” kataku asal tebak.
“Lho, kok tau..?” tanyanya heran.
“Tau dong..,” jawabku, padahal aku hanya iseng saja asal tebak.
Jangan heran, kalau mengobrol soal seks dengan anak-anak Mapala ini sudah biasa, pada ‘bocor’ dan ‘kocak’ semua.
“Emang kenapa sih, dia nggak bisa muasin yah..?” tanyaku sambil tertawa terbahak-bahak.
Mas Putra melotot.
“Nggak juga, dia malah nggak bisa ngapa-ngapain, kalo dicium diem aja, kalo udah mo ngebuka bajunya, dia langsung berontak.” kulihat sorot mata kesal.
“O, gitu..”
“Lagian, payudaranya kecil banget..!” katanya.
Aku tertawa lagi. “Impas kan, punya Mas juga kecil,”
“Enak aja, mau liat..?!” tantangnya.
Aku tertawa, walaupun ingin juga. Sebenarnya aku naksir tubuhnya saja, atletis, kulit coklat, dada bidang. Dia paling suka panjat tebing, dan aku sudah pernah melihat dia mandi di pantai. Cool.
“Boleh..,” tantangku balik.
“Oke, tapi kamu juga tunjukin payudara kamu, gimana..? Kan impas.”
Aku terdiam sejenak. Tapi aku berpikir, why not, tidak ada ruginya.
“Oke,” jawabku,
“Mas duluan ok..!”
Dia menatapku tajam sambil berlutut, membuka reslueting celana jeans-nya pelan hingga terlihat CD yang membalut penisnya yang sudah menegang.
“Sekarang kamu..!” perintahnya.
“Lo kok..?” kataku bingung.
“Satu persatu, biar fair..,”
“Oke.”
Aku membuka sweater cardiganku yang melapisi tank top yang kupakai. Tanpa kata-kata dia menurunkan jeans-nya sebatas lutut. Aku membalas dengan menaikkan tank top-ku sebatas leher hingga memperlihatkan payudaraku yang dibalut bra.
Mas Putra tidak langsung membuka CD-nya, tapi malah mengelus-elus penisnya yang menegang. Aku benar-benar terangsang dan membalas mengelus-elus payudaraku. Pelan dia menurunkan CD-nya, memperlihatkan kepala penisnya yang coklat, kemudian batangnya yang lumayan besar untuk ukuran orang Indonesia.
Aku tidak kuasa menahan dengusan nafasku, begitu juga dengan Mas Putra. Aku menaikkan bra-ku pelan yang memperlihatkan payudaraku berputing merah dan kenyal.
Sejenak kami berpandangan, masing-masing tangan memegang payudara dan penis. Tanpa dikomando, Mas Putra perlahan mendekat, aku diam saja. Kepalanya dicondongkan ke arah payudaraku. Tangannya memegang bahuku pelan.
Kemudian dia mengecup payudaraku pelan, mengulum. Aku menggelinjang pelan. Tanganku meremas kepalanya. Tangan dan bibirnya makin binal, mengecup dan mengulum payudaraku, meremas sebelahnya. Mendadak aku sadar kalau ini di sekretariat, banyak orang bisa berdatangan kapan saja. Aku melepaskan cumbuannya, dia memandangku.
“Jangan disini..!” bisikku. Dia mengerti.
“Kamu naik ke lantai 5 perpustakaan, nanti aku menyusul..” perintahnya.
Aku membenahi baju dan beranjak menuju perpustakaan yang tidak jauh dari situ. Di atas aku menunggu 5 menit sampai Mas Putra menyusul dengan membawa sleeping bag 3 buah. Hmm, mungkin biar empuk, pikirku.
Dia langsung menggelar sleeping bag jadi tumpuk 3. Aku tetap berdiri sampai dia mendekat. Kami berangkulan pelan. Saling mengulum bibir. Tangan saling menggerayangi. Kutatap matanya tajam sambil tanganku membuka kancing kemejanya satu persatu.
Kuelus dadanya yang bidang sambil membuka kemeja lepas dari tubuhnya. Kuciumi dadanya, putingnya kukulum pelan, dia menggelinjang, mendesah. Kuciumi leher dan beralih ke bibirnya. Kemudian gantian dia yang menarik tank top-ku lepas dari tubuhku, dielusnya payudaraku yang dibalut bra sebelum meraih pengaitnya di belakang.
Begitu terlepas, dia langsung mencumbu payudaraku, tangannya yang satu meremas payudaraku yang sebelah, yang satu lagi merogoh celana jeans yang kupakai, membuka kancing dan reslueting, kemudian mengelus-elus vaginaku yang dibalut CD. Aku mendesah pelan.
Cumbuannya makin turun, tangannya kemudian membuka jeans-ku, aku membantu dengan menaikkan kaki. Sambil berdiri, dia mencoba membuka celananya sendiri, aku langsung beranjak mundur dan memandang Mas Putra membuka jeans-nya. Mata kami saling bertatapan. Aku melihat dia membuka jeans-nya, menunduk, dan waktu berdiri aku benar-benar kagum dengan kejantanan tubuhnya yang macho.
Kami saling berangkulan lagi. Kali ini dia mengangkat tubuhku sambil menciumi bibirku. Aku memeluk bahunya. Direbahkannya tubuhku di sleeping bag yang digelar. Kemudian dia merangkulku pelan, saling berpagutan. Dia mencumbu leherku, terus turun ke payudara, meninggalkan cupangan disana.
Tangannya aktif di vaginaku, kali ini tidak lagi di luar CD tapi sudah berada di dalam. Aku benar-benar menikmati elusannya. Klirotisku dimainkan dengan lembut, payudaraku dikulum pelan. Akhirnya dia menarik CD-ku, aku membantu dengan mengangkat pantat.
Pelan dia memainkan lidahnya di vaginaku, menjilat, mengulum, aku mendesah tidak karuan. Dia memelukku dan menarik tubuhku. Kami duduk berhadapan, kaki saling menyilang, saling memeluk, mengulum bibir, meremas payudara. Aku meraih penisnya dan mengelus-elus pelan, sambil dia mencumbu leher dan bibirku. Kutidurkan badannya, dan aku di atas. Kubuka CD-nya sedikit hingga penisnya kelihatan, aku mengarahkan vaginaku dan menggesek-gesekkannya disana, tanpa penetrasi, payudaraku diraihnya dan diremas-remas.
Aku duduk di atas pahanya, mengarahkan vaginaku di penisnya, kuraih penisnya dan menggosok-gosokkan kepalanya di vaginaku, memainkan klirotisku dengan penisnya. Aku takut untuk penetrasi karena masih perawan.
Dengan begini saja aku sudah menikmati. Kupeluk tubuhnya dan terus menggesekkan vaginaku di penisnya. Kuciumi leher terus turun ke dada, pantatku terus bergoyang, sampai aku merasa tubuhku menegang dan akan mencapai klimaks.
Mas Putra meraih payudaraku dan mendekapku sambil membalas goyanganku, aku menjerit tertahan waktu klimaks. Kupeluk Mas Putra dengan tubuh berkeringat dan lemas.
Dia bangun dan mendekapku sambil merebahkan tubuhku lagi. Pelan dia membuka CD-nya, kulihat penisya coklat menegang hebat. Dia memelukku pelan sambil mencumbu dan meremas. Tapi aku mencoba bangun dan menolak cumbuan MAs Putra. Dia mengalah, aku segera memunguti pakaianku dan memakainya segera. Aku memang egois. Tanpa basa basi aku langsung turun dan pulang ke kost.
Besoknya dia mengajakku jalan, kami pergi naik motor. Tanpa tujuan yang jelas, habis makan di KFC, Mas Putra mengarahkan motornya keluar kota, ke arah jalan Kaliurang, masuk ke daerah pakem yang lumayan jauh dari Yogya, aku baru kali ini ke daerah ini. Daerah ini lumayan dingin karena daerah dataran tinggi lereng merapi. Aku tidak membawa jaket. Karena kedinginan, aku memeluk Mas Putra agar mendapatkan kehangatan. Kurasakan payudaraku menempel di punggungnya.
Magrib kami sampai di kawasan wisata Mbebeng. Indah sekali dapat melihat siluet merapi dari sini, walaupun dingin menggigit. Sepi.., hanya ada kami berdua di bibir jurang. Tanpa segan aku memeluk Mas Putra untuk mencari kehangatan.
Dia membalas merangkulku. Kemudian kami naik agak ke atas, tempat panggung yang sudah rusak karena tidak terawat sambil berangkulan. Pelan-pelan Mas Putra mulai mencium ubun-ubunku. Aku mendongak, dia langsung menyambar bibirku.
Hari sudah gelap, sehingga aman melakukannya di alam terbuka begini. Kami berciuman dengan panas, tangannya berkeliaran di payudaraku. Tanganku memeluk punggungnya. Begitu tiba di belakang panggung, Mas Putra memepetkan tubuhku di dinding dan mencumbuku habis-habisan, sepertinya dia ingin membalas perlakuanku kemarin. Baju kaosku direnggut dari kepala, begitu juga dengan bra.
Pelan dicumbunya leher, turun ke payudara dan menaikkan rok yang kupakai. Tangannya meraba-raba vaginaku yang mulai basah. Tanpa komando, dia membuka sendiri kemejanya di depanku pelan-pelan, seolah mau merangsangku.
Dengan menatap mataku, dia melepas satu persatu kancing kemejanya sambil mengelus sendiri puting susunya. Perlahan tangannya turun ke pusar, terus membuka reslueting jeans pelan, merogoh ke dalam CD tanpa mengeluarkan penis.
Jujur, aku benar-benar terangsang. Tapi aku masih ingin menikmati permainannya. Pelan dia menurunkan jeans-nya, tinggal CD yang menempel dengan siluet penis menyamping. Perlahan dia mendekat dan mencumbuku lagi, kali ini santai tidak menggebu-gebu lagi seperti tadi.
Aku menikmati setiap sentuhan, dan aku mengerang tanpa malu-malu. CD-ku dilepaskannya dengan mulut tanpa membuka rok yang hanya dinaikkan. Dia membuka CD-nya juga, penisnya tegak menjulang merangsang. Kembali kami saling berangkulan. Terasa denyutan penisnya di perutku.
Perlahan dia menaikkan tubuhku ke atas batu, dan membuat tubuh kami sejajar. Terasa penisnya kini menempel di vaginaku sekarang. Hangat. Kali ini aku pasrah kalau dia mau penetrasi. Penisnya hanya digesek-gesekkan di vaginaku sambil mengulum bibirku.
Kemudian dia meraba vaginaku yang sudah basah. Ditatapnya mataku sambil memegang bahu. Kami saling bertatapan lama. Perlahan tangannya mengarahkan penis ke vagianku. Aku memeluk punggungnya sambil terus bertatapan.
Kubantu penisnya mencari lubang vaginaku, dia memeluk bahuku, mencium pelan bibirku, dan begitu merasa sudah pas, dia menekan pelan penisnya ke vaginaku. Pelan kepala penisnya terasa menyeruak masuk, aku meremas punggungnya. Terasa nyeri.
Dia menghentikan gerakannya sejenak. Mencumbu bibirku lagi, mengelus punggung dan mencium kupingku. Aku agak tenang, kemudian pelan dia kembali menekan penisnya lebih dalam, aku menggigit bibir, dia menatapku waktu memasukkan lagi penisnya pelan-pelan. Aku mendongak dan menjerit tertahan.
Dia berhenti setelah semua penisnya masuk dan mencumbu leherku yang mendongak, aku masih merasa nyeri. Mas Putra mendiamkan penisnya di vaginaku, sementara kami mulai bercumbu lagi.
Setelah aku tenang lagi, pelan dia mulai menggoyangkan pantatnya. Pelan-pelan penisnya keluar masuk di vaginaku. Aku mulai menerima rasa sensasi yang belum pernah kurasakan sebelumnya.
Gerakan pelan mulai berubah menjadi gerakan liar, kocokan penisnya di vaginaku semakin kencang, aku semakin bergairah, mengerang, menggigit. Kakiku yang kanan mengait di pinggang Mas Putra dibantu tangannya, sementara tanganku memeluk punggungya.
Waktu aku mau klimaks, aku menghentikan goyangan, dan Mas Putra mengerti dan menghentikan kocokannya juga. Kami bercumbu sebentar, menenangkan diri dengan penis tetap menancap di vagina. Aku menawarkan untuk ganti posisi dan Mas Putra menyetujui. Kami sepakat mencoba doggie style.
Aku langsung menungging di atas rumput, dan Mas Putra berlutut segera memasukkan penisnya dan mulai mengocok, terasa sensai yang lain lagi. Aku mengerang bebas dan Mas Putra merangkulku dari belakang meremas payudara sambil terus mengocok.
Agak lama aku klimaks, malah gantian Mas Putra yang mau klimaks, tubuhnya menegang dan meracau. Aktifitas langsung berhenti. Kali ini aku aktif mencumbunya, kami duduk berhadapan, kakinya menjulur lurus, aku duduk di atasnya memasukkan vagina ke penis, mengoyang-goyang pelan, akhirnya di merebahkan dirinya di atas rumput. Aku makin leluasa mengocok penisnya di vaginaku. Terasa penetrasi lebih dalam dan dinding vaginaku terasa geli dan nikmat.
Sebelum klimaks, lagi-lagi kami ganti posisi, Mas Putra gantian menindihku dengan gaya konvensional. Kocokannya benar-benar bernafsu dan cepat, aku menggelinjang geli dan membalas setiap gerakan Mas Putra. Kami saling mengerang, menjerit tertahan dengan nafas mendengus sampai tubuhku menegang akan mencapai klimaks.
Mas Putra tidak perduli, terus mengocok penisnya, aku menjerit pelan begitu klimaks, memeluk Mas Putra lemas yang terus menggenjot sampai dia pun klimaks. Kami saling berangkulan di atas rumput, tersenyum dengan peluh membanjiri tubuh. Setelah berpakaian kami segera pulang.
Sekian ceritaku.. itu kenapa ku sekarang menjadi liar dengan lelaki yang bertubuh atletis… bagi kamu-kamu yang berbody atletis.. Hubungi aku ya.. Puaskan aku….| Cerita Seks, Cerita Sex Perawan, Cerita Sex Terbaru, Cerita Sex Mahasiswi, Cerita Sex Terbaru, Cerita Sex Pembantu. www.bet77poker.com

Cantiknya Adik Pacarku

www.bet77poker.com | Cerita Panas, Cerita Sex Dewasa, Cerita Sex Party, Cerita Sex ABG, Cerita Sex Pacar, Cerita Mesum Terbaru 2015 | Cantiknya Adik Pacarku – Siang itu gue baru balik dari US alias Amrik dan transit di Singapore 2 malam. Tapi karena ada undangan di Bandung malemnya, ya gue dari Cengkareng langsung sama supir menuju Bandung. Biar badan capek-capek tetep aja dibelain ke Bandung, namanya juga mau ketemu pujaan hati yang belum ketangkep, alias calon pacar. Nama panggilannya Nita, lengkapnya sih Venita Suwondo. Tapi bukannya anak si Suwondo yang kasus Bulog itu lho, walaupun bapaknya memang orang Bulog.


Cerita Panas Terbaru | Gue kenalan sama si Nita waktu gue pergi sama temen-temen di Bandung ke Braga. Biasa waktu itu kita cowok-cowok ber-tiga nongkrong makan sore. Eh tiba-tiba ada 2 cewek yang masuk ke restoran yang sama, dan ternyata temen si Dedi, salah satu teman gue.
Jadi langsunglah gue dikenalin sama cewek-cewek itu, yang satu namanya Dian dan yang satunya Nita. Dian oke tapi yang namanya Nita bikin mata gue bagaikan tersedot angin puting beliung, karena nggak mau lepas dari wajah maupun body si Nita.
Singkat cerita setelah kenalan yang pertama itu, gue nyosor terus supaya bisa sering-sering pergi sama Nita, tapi kebanyakan perginya di Jakarta, karena Nita sering ikut orang tuanya ke Jakarta. Dan boleh dibilang gue malah belum pernah jemput Nita di rumahnya di Bandung.
Nah selama perjalanan itu gue udah ngebayang-bayang indahnya dan cantiknya sosok seorang cewek bernama Nita itu. Karena rencana gue malem itu gue akan mengutarakan perasaan gue untuk jadi pacar si Nita.
Wah pokoknya hati gue udah berdebar-debar membayangkan menciumnya dengan mesra. Di perjalanan gue juga udah telpon anak-anak Bandung untuk pergi bareng ke undangan ulang tahun salah satu celebrity Bandung.
Sampe di Bandung gue suruh supir gue untuk cari penginapan dan gue janjian supaya supir gue pergi ke Sheraton tempat gue nginep hari Senin sore. Waktu itu sekitar tahun 88, di Bandung kalo week end sering susah cari hotel, karena hotel2 masih belum terlalu banyak, untung gue udah book di Sheraton, jadi ya aman lah. Begitu masuk kamar, gue langsung telpon rumah si Nita.
“Hallo bisa bicara dengan Nita”.
“Ini dari siapa ya” tanya sebuah suara merdu.
“Dari Boy”.
“Mbak Nita lagi di kamar mandi, nanti saya kasih tau deh, oh udah tau telpon mas Boy belum”.
“Saya di Sheraton kamar 1405, kalo boleh tau saya bicara dengan siapa?” tanya gue ingin tau.
“Saya adiknya mbak Nita, ya udah ya mas” kata si suara merdu itu.
“Oh kamu adiknya, ya deh tolong pesen ya telpon dari Boy” kata gue menyudahi pembicaraan.
Wah ternyata Nita punya adik, kok dia nggak pernah cerita kalo punya adik cewek ya, pikir gue bertanya-tanya. Abis telpon Nita gue telpon Dedi yang kayak Jin Kartubi, karena agak botak, tinggi besar dan gendut, tapi orangnya kocak banget.
“Halo Ded, gue nih Boy”.
“Haaaa elu udah di Bandung, gimana bidadari lho, udah telpon-telponnan belum”.
“Udah tapi mandi, terus yang ngangkat adiknya”.
“Adiknya ? wah tumben tuh anak ada di Bandung”.
“Maksud elu gimana adiknya di Bandung emang adiknya tinggal di Jakarta” tanya gue semakin penasaran.
“Lho elu gimana sih 3 bulan kenal Nita kok nggak tau apa-apa. Adiknya itu kan sekolah di Inggris, jadi kalo pulang ke Bandung ya tumben banget, karena setau gue adiknya jarang banget pulang ke Indonesia”.
“Ya udah deh, nanti gimana acara malem, elu ikut bareng gue aja oke”.
“Siip lah bos, gue elu jemput ya”.
“Wah Ded elu naik apa kek kesini, kan jalanan rame nih, lagian gue masih jet-lag kan gue tadi langsung dari Cengkareng terus ke Bandung ini”.
“Oke deh Boy, sampe entar ya”. Tepat jam 7 malam Dedi sampai di kamar gue, dan gue disetirin Dedi untuk jemput Nita di rumahnya.
Gue dan Dedi disuruh nunggu di teras rumah Nita di daerah Geger Kalong. Gue bingung juga ngeliatnya, karena rumahnya gede banget dan sangat asri, belum lagi ditambah dinginnya udara Bandung yang selalu bikin gue pengen pelukan sama ceweq. “Hi Boy, eh Ded gimana kabar kalian” sapa Nita keluar dari pintu.
“Eh hi juga, saya sih baik-BAIK aja kalo Dedi ya seperti yang kamu liat, subur dan sehat, ha ha ha” kata gue menggoda Dedi.
Tapi diem-DIEM gue sambil memperhatikan Nita dari ujung kaki sampai ke atas, wah bukan main, bener2 indah dan sempurna. Nita mengenakan dress span hitam yang menonjolkan pinggul serta bagian boncengannya yang begitu menggiurkan, belum lagi baju bagian belahan dadanya yang agak rendah memperlihatkan buah dadanya yang padat dan sexy.
“Boy kalo saya ajak adik saya nggak apa2 kan, kasihan soalnya di udah nggak punya temen di Bandung”. Belum lagi gue jawab apa2, Dedi segera nyeletuk
“Iya ajak aja si unyil itu, gue udah kangen sama dia”. Di perjalanan menuju rumah Nita tadi, Dedi cerita kalo Dedi itu ternyata kenal banget sama Nita dan seluruh keluarganya sejak mereka masih kecil2.
Jadi gue nggak heran kalo Dedi begitu antusias pengen ketemu sama adik si Nita itu. Nita masuk lagi ke rumahnya, dan nggak berapa lama tampak Nita dan seorang wanita yang tidak tampak seperti adiknya, tapi lebih terlihat seperti kembarannya.
“Hi mas Dedi oh miss you all this long” kata adik Nita sambil memeluk Dedi erat2.
“Tik, kenalin dulu, ini mas Boy”.
“Halo mas saya Tika, tadi kita udah ngobrol ya di telpon, sekarang akhirnya bisa kenalan langsung, mbak Nita udah cerita banyak tentang mas Boy”.
Di perjalanan gue duduk di belakang berdua sama Nita, tapi mata gue nggak puas2nya ngeliatin Tika yang sering nengok2 ke belakang karena ngobrol sama Nita. Mata Tika indah sekali, alisnya tebal, bibirnya sexy, hidungnya mancung.
Tapi yang nggak bisa gue lupain badannya itu lho, nggak kuat deh pokoknya. Malam itu kita diundang makan di restoran Glosis yang halamannya besar dan punya suasana romantis. Gue dan Nita tentu aja menghabiskan waktu berudaan aja sebanyak mungkin.
Tapi yang namanya Nita itu ternyata temennya banyak banget, jadi walaupun kita mojok untuk menjauhi orang2, tetep aja ada yang nyamperin dan ngajak ngobrol Nita.
“Mas kamu disini aja ya sebentar, saya dicariin Riri yang ulant tahun itu”.
“Oke tapi jangan lama2 ya” kata gue sambil mencari-cari dimana Dedi berada.
Waktu gue lagi nyari-nyari Dedi, tiba2 ada suar dari belakang gue.
“Mas lagi ngapain kok sendirian aja”.
“Eh kamu Tik, mana Dedi kok saya nyariin nggak ketemu ya”.
“Mas Dedi sih biasa, pasti ngumpul sama anak2 yang di sana itu, udah disini aja temenin Tika, kan Tika juga udah nggak banyak kenal temen2 mbak Nita”.
“Iya tadi Dedi cerita kalo kamu sekolah di Inggris dan jarang pulang ke Indonesia, kok bisa gitu Tik ? Kamu pasti punya pacar ya di sana makanya jarang pulang, saya kan juga pernah sekolah di luar jadi saya tau gimana disana” kata gue menggoda Tika.
“Ah mas Boy kok nyangkanya gitu, kalo Tika sih nggak punya cowok, tapi Tika disana soalnya ngambil kelas sebanyak-banyaknya biar cepet selesai”.
“Yang bener masak sih gitu” kata gue lagi.
“Tuh kan mas Boy nggak percaya” kata Tika sambil mencubit lengan gue.
“Eh eh eh ampun aduh sakit nih Tik, iya iya saya percaya” kata gue.
“Iya cowok sih nggak punya tapi kalo gebetan2 aja sih ngantri” kata Tika lagi belum melepaskan cubitannya.
“Tik, ampun dong sayang” kata gue mencoba merayu sambil memegang pinggangnya yang ramping.
“Nah gitu dong, awas lho nanti” kata Tika sambil melepaskan cubitannya.
“Mas kalo Tika ke Jakarta ajak dong pergi2 ke caffe atau bergaul kemana gitu”.
“Iya boleh nanti saya ajak kamu pergi, eh bareng sama si mbak dong” kata gue.
“Yaaa dia sih gitu, udah nggak usah bilang sama mbak Nita”.
“Wah kamu nih gimana sih, nanti saya dibilang apa kalo mbak kamu tau saya pergi sama kamu dan nggak bilang-bilang”. “ke kalo gitu, nanti kita pergi sama si mbak deh”.
“Nah gitu dong manis” kata gue lagi sambi berpikir berat karena sebenernya gue tiba2 punya pikiran yang nggak bener setelah melihat adik si Nita yang nggak ku ku kalo kata iklan.
Pada saat yg bersamaan, Nita terlihat berjalan dengan anggun mendekati kita.
“Oh kamu disini, kenapa Tik kok keliatannya elu udah akrab banget sama mas Boy”.
“Nggak kok mbak, biasa mas Boy ini nggodain Tika aja, katanya Tika di luar pacaran terus”.
“Iya elu sih nggak pacaran tapi bikin pusing nyokap karena kebanyakan fans” kata Nita lagi.
“Tuh kan mbak buka rahasia” jawab Tika tersenyum malu
“Iya mas, Tika itu yang ngejar-ngejar banyak banget makanya Mamah pusing jadinya”.
“Oh gitu ceritanya, tadi kamu bilang kuliah terus, ambil kelas banyak2 ?” goda gue ke Tika.
“Aaaah mbak nih ceritain yang gituan” kata Tika ngambek sambil terus ngeloyor pergi meninggalkan gue dan Nita berduaan saja.
“Ya gitu deh mas Boy, adik saya satu2nya itu manja dan susah diatur, tapi dia itu pinter sekali lho. Hasil kuliahnya hampir boleh dibilang straight A, makanya Mamah juga sayang aja sama dia, dan minta apa aja diturutin terus”.
“Terus dia bener belum punya pacar dan banyak yang ngejar2″ tanya gue lagi secara nggak sadar.
“Nah ya naksir sama dia, boleh kok tapi ijin dulu sama kakaknya” kata Nita sambil melotot dan mencubit perut gue. “Ampun2 nanya aja kan boleh toh, siapa tau ada temenku yang bisa dijodohin”. Malam itu selesai makan di Glosis, kita semua melanjutkan berdisco di Studio East.
Yang namanya SE bener2 padet, tapi untung kita udah pesen kursi jadi rombongan bisa pada duduk. Tidak terasa mata gue udah ngantuk banget akibat gue tahan2 nggak tidur di Singapore ngelawan jet-lag perbedaan waktu di Amrik dan di Indonesia. Udah nanggung, gue pesen long island ice tea biar sekalian lemes.
“Boy, ayo turun jangan lesu dan ngantuk gitu, ajak dong si gadis pujaan” goda si Dedi sambil menarik tangan Tika ke dance floor.
Gue tersenyum aja mendengar ajakan Dedi, terus gue liat Nita, eh ternyata dia juga ngeliat ke gue sambil senyum. “Nit yuk mau nggak” tanya gue sambil memegang tangannya. “Ayo” kata Nita pendek. Dan kita ikutan berjingkrak di lantai dansa, tapi belum kayak orang kesetanan yang pada triping dengan lagu house akhir2 ini.
Dansanya masih pada kalem2 semua, ya tentu kan karena beatnya masih sedang2 saja jaman itu. Setelah agak lama, lagu ternyata dilanjutkan dengan lagu slow “Lady – lagunya Joe Esposito” yang waktu itu oke banget. Langsung aja gue pelu Nita erat2, dan gue rasakan tangan Nita yang juga memeluk gue cukup erat.
“Nit, saya mau bilang sesuatu, tapi jangan marah ya” kata gue merayu.
“Apa mas yang mau kamu bilang, kok pake bilang jangan marah” kata Nita kembali.
“Iya saya kan kenal kamu udah lumayan lama, terus terang aja saya suka sekali sama kamu, saya sayang sekali. Kamu tuh baik, dan nggak usah pura2 ya, kamu memang cantik sekali. Jadi saya minta kamu jadi pacar saya, mau nggak Nit” tanya gue to the point.
“Gimana ya mas, sebenernya saya juga udah tau kalo kamu sayang sama saya, tapi terus terang saya belum bisa kasih jawaban sekarang” jawab Nita.
Wah gue langsung manyun denger begitu, tapi namanya usahe ya harus dicoba terus.
“Kalau kamu bilang gitu ya saya mau bilang apa, tapi saya tunggu jawaban kamu, dan tolong kalau kamu memang nggak mau ya bilang terus terang saja ke saya, saya pasti akan coba untuk menerima apapun alasan kamu” kata gue sok bijaksana, padahal di dalam hati panas banget.
“Thanks for your understanding honey” jawab Nita lagi sambil mengecup bibir gue.
Busyet dah gue dibikin semakin grogi nih, nyium sih nyium tapi kok bilang nggak bisa kasih jawaban. Emangnya kite cowoq apaan mau digantung-gantung, ha …ha …ha …ha. Dan setelah puas berdekapan dan merasakan tonjolan2 dari badan Nita yang sebenernya udah bikin gue konak berat dari tadi, akhirnya kita berdua kembali ke meja kita duduk.


Ternyata ada Dedi dan serombongan ceweq yang tadinya nggak duduk di meja kita. Segera aja waktu gue dan Nita mau duduk, si Dedi langsung ngenalin ceweq2 itu ke gue dan Nita. Ada 3 orang, namanya Nurul, Sarah, dan Dewi. Kalo bilang soal menarik, gue sih merem deh kalo diaksih.
Yang lebih bikin gemes, pakaiannya itu lho, rok yang pendek dan pahanya yang mulus2 terlihat menantang sekali.
“Mas pulang yuk, udah satu nih. Kamu kan juga baru sampe dari perjalanan jauh, istirahat deh” kata Nita.
“Ayo deh saya emang udah capek sekali. Ded elu mau ikut pulang atau belakangan” sekalian gue tanya Dedi yang tadi datengnya bareng gue.
“Udah lah santai aja, entar gue pulang sama anak2 yang lain” kata Dedi sambil memeluk si Nurul yang terlihat sangat menggiurkan.
“Oke bye semua” kata gue. Di mobil gue, Nita dan Tika tidak banyak bicara, dan gue juga udah cukup capai.
Dan setelah Nita dan Tika gue anter pulang, gue langsung menuju ke Sheraton utk tidur. Tapi tiba2 telepon segede aki mobil merek Ericsson berbunyi.
“Halo siapa nih” kata gue galak.
“Ah untung telepon lu nyala Boy, udah balik sini ke SE, ini gue telepon dari kantor SE. Itu yang bertiga tadi nanyain elu” kata Dedi menggoda iman.
“Yang bener lu, eh gue cape nih kalo kebanyakan prosedur gue males deh. Kalo ringkes aja sih gue balik ke SE deh”. “Elu kayak baru kenal gue aja, udah beres deh, elu ajak aja si Dewi. Temen gue udah ada yang pernah sama Dewi, katanya oke banget boss”.
“Oke oke, gue langsung balik ke SE” kata gue terkena godaan setan si Dedi.
Di SE gue langsung nyelonong masuk lagi dan joint Dedi di table yang lain dari yang tadi gue dudukin.
“Nah kan apa gue bilang, si Boy ini emang gampangan, mana2 duitnya” kata Dedi meminta uang kepada Eri dan cowoq2 yang pada duduk bareng di table.
“Apa lu kok bilang gue gampangan” kata gue penasaran.
“Ha ha ha ha ha, gue tadi taruhan sama mereka, bisa nggak narik elu balik ke SE, gue sih yakin banget, sebab kan ada mereka2 ini” kata Dedi yang langsung disambut ketawa rame2 oleh semua yang pada duduk di table itu.
“Babi lu, sial lu, eh tapi ya nggak apa2 deh kalo ketemu Dewi yang cantik sih pasti lah gue balik ke SE” kata gue sambil menjatuhkan pantat gue di samping Dewi yang sexy.
“Mas tadi pacarnya ya, mesra banget deh diliatnya” kata Dewi spontan.
“Uh oh bukan, masih temen aja kok” kata gue salah tingkah.
“Ah pacar apa siapa, pacar juga nggak apa2 kok” kata Dewi menggoda gue.
“Udah lah, pusing gue, minum dong” kata gue panggil waiter untuk pesen minum lagi biar tambah oke.
Akhirnya sekitar jam 2 SE harus tutup, sehingga kita pun bubar. Tapi kalo jaman itu biasanya kita2 masih melanjutkan makan malam di Gardujati. Dan pagi itu kita ke sana untuk makan sama2. Ternyata gue hanya berdua sama Dewi saja, rupanya Dedi sudah melaksanakan perannya dengan sangat baik, nyetel supaya gue bisa berduaan sama Dewi.
“Wi, kamu tinggal di mana” tanya gue basa-basi.
“Ah mas Boy kalo saya bilang juga nggak tau dimana tempatnya”.
“Kan nanya nggak salah dong”.
“Di daerah buah batu lah kira2″ kata Dewi.
“Terus kamu di sini kuliah atau memang anak Bandung Wi”
“Saya sih memang orang Bandung tapi orang tua saya di tugas di Jakarta, jadi saya disini kost saja”
“Oh gitu jadinya, eh ngomong2 kamu cantik sekali ya, apalagi badan kamu bagus sekali” kata gue nyoba ngerayu sambil mengelus pahanya yang tampak karena dia pakai rok span pendek.
“Thanks mas, ya gini aja kok nggak istimewa2 banget” jawab Dewi sambil meregangkan pahanya lebih lebar.
“Wi nanti kamu ikut saya aja ya, saya sendirian aja kok” kata gue langsung aja.
“Liat nanti deh mas, tapi saya sih mau2 aja” kata Dewi sambil menikmati elusan tangan gue di pahanya.
Akhirnya setelah kita selesai makan di daerah Gardujati, gue dan Dewi pulang semobil lagi. Tapi kali ini si Dewi sudah tambah nempel ke gue, mungkin karena gue dan dia sudah agak lebih kenal dan biasa.
“Wi gimana sekarang, kamu ikut saya aja ya” kata gue pendek.
“Iya gimana mas aja deh” jawab Dewi.
Di perjalanan menuju Sheraton, tangan gue udah mulai bergerilya di Sekwilda alias sekitar wilayah dadanya Dewi yang lumayan besar. “Ehhh ahhhh, mas jangan mas, nanti aja deh, saya jadi nggak tahan nih” kata Dewi menanggapi gerilya tangan gue. Tapi gue sih cuek aja abisnya enak sih, hangat2 kenyal.
“Ahhhh, esssssshhhh, uh mas, uuuhhhh” erang si Dewi menikmati belaian tangan gue di dadanya.
Tiba2 Dewi menjatuhkan kepalanya ke pangkuan gue dan dengan ganasnya membuka ritsleting celana gue, kemudian ditariknya batang gue yang memang sudah mulai mengembang. Tanpa memberi tanda ataupun aba2 Dewi langsung menghisap ujung batang gue sambil mengocoknya.
“Uuuuhhh ya Wi, ya uuuuhhh..” Kata gue ke Dewi supaya meneruskan gerakan menghisapnya.
Nggap terasa mobil sudah mau masuk ke pintu gerbang hotel Sheraton.
“Eh eh stop Wi udah sampe di Sheraton nih” kata gue sambil mendorong kepala Dewi dari daerah batang gue.
Kita berdua turun dengan tergopoh-gopoh karena sudah konak banget. Tadi waktu pergi meninggalkan hotel, kunci kamar memang sudah gue bawa jadi kita berdua bisa langsung menuju kamar.
Begitu masuk ke kamar, gue langsung tarik Dewi ke tempat tidur. Dan segera setelah gue merebahkan badan di atas spring bed, Dewi dengan ganasnya melucuti celana dan baju gue, tidak lupa dia melepaskan seluruh kain yang melekat di bajunya dan melemparkan baju2nya.
Setelah telanjang bulat, ternyata bisa gue lihat bahwa badannya tidaklah sekurus yang tampak waktu dia mengenakan pakaian. Pinggangnya memang ramping, tapi pinggul dan pantatnya sangat berisi. Bulu kemaluannya begitu lebat menutupi vaginanya.
Lingkar dada Dewi mungkin ukuran 34 tapi payudaranya jelas2 pasti ukuran B, alias menonjol sekali untuk ukuran badan Dewi, putingnya pun masih terlihat merah muda. Melihat payudara Dewi yang begitu menggiurkan, segera gue belai dan remas dengan kedua tangan gue. Dengan ganas gue hisap dan jilat putingnya yang indah.
“Uuuhhhh essssssshhh” desis Dewi menikmati jilatan di putingnya.
Tangannya ikut meremas dan mengarahkan ujung putingnya agar gue hisap lebih keras lagi. Pinggulnya menggeliat menempel di paha gue sambil digerak-gerakkan dan digosokkan di paha gue, terasa vagina Dewi sudah mulai basah karena terangsang. Sambil terus menjilati payudara Dewi, tangan gue membelai vaginanya dan mencari-cari bibir kemaluannya yang tertutup rambut lebatnya. Perlahan gue arahkan jari tengah gue mencari tonjolan2 di antara belahan vagina Dewi, lalu gue raba dengan ujung jari.
“Oooohhhh terus mas” erang Dewi menikmati rabaan ujung jari gue di vaginanya.
Terlihat pinggulnya menggeliat maju mundur. Walaupun Dewi pada saat itu tidak melakukan apa2 terhadap gue, namun gue udah konak berat. Jadi langsung aja gue mau tancep sedalem-dalemnya. Pahanya gue bentangkan dan gue arahkan batang gue menuju titik ditengah-tengah kelebatan rambut vagina Dewi yang terlihat basah.
“Ahhhhhhh” erang Dewi saat batang gue masuk menembus jepitan vaginanya. Bukan main, terasa ketat walaupun licin dan agak basah.
“Huh huh huh… mas mas mas, ooohhh, ya terus.. terus aduh mentok deh enak banget mas” teriak Dewi merasakan ujung batang gue yang menyentuh pangkal dalam lubang vaginanya.
“Mas dari belakang dong, saya pengen mas dari belakang ya” tiba2 minta Dewi.
Gue sih nurut aja, orang dari depan aja terasa ketat, jadi pasti dari belakang udah lebih gila deh gue pikir. Dewi membalik badannya dan mengambil posisi nungging. Dari belakang gue lihat pantatnya yang padat dan berisi, juga terlihat lubang vaginanya yang semakin menantang. Gue arahkan ujung batang gue mendekati lubang vaginanya, dan tangan Dewi membantu membimbing batang gue memasuki lubang vaginanya.
“Hehhhhhh uuuuhhhh” erang Dewi lagi saat batang gue memasukinya dari belakang.
Dengan pasti gue pompa vagina Dewi yang memang ternyata terasa semakin sempit kalau dimasuki dari belakang. Sambil meremas-remas pantatanya yang menonjol padat, gue mempercepat gerakan maju mundur dari pinggul gue.
“Heh.. heh… he.. uuuuuhhh, keras lagi mas, uuuuh keras lagi, aaaaaaaahhhh” teriak Dewi mencapai puncaknya.
Tangannya menahan gerakan pinggul gue yang masih maju mundur dengan gencar. “Mas stop dulu mas, uuuuhhh geli banget deh, nyut-nyutan nih” kata Dewi lagi.
“Mas rebahan deh saya diatas yah”. Gue lalu terlentang di atas tempat tidur, dan Dewi berjongkok diatas badan gue.
Lalu dengan perlahan dituntunnya batang gue yang masih tegak bagaikan tiang bendera masuk menuju vaginanya. Wah gila bener, ternyata Dewi diatas gue bener-bener enak rasanya, terasa benar jepitan lubangnya di sepanjang batang gue. Lalu dengan gerakan naik turun yang tidak kalah ganasnya dengan mulut Dewi yang menciumi dan menjilati daerah dada gue, gue juga mulai mengerang merasakan denyutan memuncak di sekitar kemaluan gue yang semakin lama semakin memusat di ujung batang gue.
“Wi aahhhh, gue mau keluar nih” kata gue terbata-bata karena menikmati pompaan Dewi.
“Iya yahh, heh….he.. saya juga hampir sekali lagi mas” katanya.
Dan akhirnya gue mencapai puncaknya disusul teriakan Dewi yang keras. Yang gue rasa kalo ada orang di depan kamar gue pasti akan berhenti dan terbayang akan apa yang terjadi di dalam kamar gue. He he he he, emangnya gue pikirin orang lain mau pengen ikutan. Pagi itu gue melakukannya sampai 3 kali sama Dewi, hingga gue baru bangun sekitar jam 12 siang, itu juga karena udah kelaparan. Gue pesen makan di dalam kamar untu berdua, karena badan masih terasa pegel2.
Selesai makan Dewi pulang dan waktu dia mau gue kasih uang taksi, dia bilang udah mas jangan, sebab katanya dia sangat menikmati make love sama gue. Tapi gue tetep masukin uangnya ke tas Dewi, maklum gue nggak mau nanti si Dewi jadi ada ikatan sama gue. (Ini juga diajarin sama yang senior2, katanya kalo sampe make love bukan sama
“yayangnya sendiri”, musti dikasih uang taksi apapun kejadiannya)
Sepulangnya Dewi gue bingung mau ngapain, eh tiba2 telpon kamar bunyi.
“Halo siang” kata gue.
“Hi mas ini saya, Tika. Lagi ngapain mas”.
“Wah masih males-malesan nih, jadi belum ngapa-ngapain”.
“Tika boleh kesitu mas, pengen bernang”.
“Boleh aja kesini, saya tungguin ya, eh kamu sama mbak Nita kan”.
“Iya sama mbak Nita kesitunya, tungguin ya”. Begitu telpon gue tutup, eh bunyi lagi tuh telpon.
“Halo gila nggak, oke kan” suara Dedi di telpon.
“Wah pokoknya gue sih percaya aja deh kalo dengan pak Dedi yang terkenal itu”.
“Sialan lu, gimana semalem cerita dong”.
“Ya gitu deh, apanya yang mau diceritain” kata gue.
“Okelah kalo mau disimpen sendiri, nanti ketagihan lho sama si Dewi” goda Dedi.
“Ya tinggal nambah kan, gitu aja kok repot sih” kata gue lagi.
“Siang ini ngapain lu”. “Si Tika sama Nita mau kesini, mau bernang katanya”
“Ya kalo gitu gue juga kesitu deh”.
“Oke gue tunggu ya” kata gue sambil menutup gagang telpon.
Setelah dapet telpon dari Tika, gue langsung cepet2 mandi biar keliatan lebih fresh. Tapi terus terang ternyata setelah mandi gue masih tetap ngantuk dan letih, mungkin ya karena habis kerja keras semaleman.Baru gue mulai ketiduran lagi di tempat tidur, tiba2bel kamar ada yang mencet.
“Mas Boy, Tika ini” gue denger teriakannya dari luarpintu.
Gue segera membukakan pintu, dan waktu gue buka pintu.Gue liat cewek yang sama sekali lain dari yang udah gue liat tadi malem.Tika pakai celana pendek biru tua, pakai swimsuit warna hitam yang ditutupi oleh kemeja kembang2 dengan kancing yang tidak dikaitkan sama sekali. Sehingga jelas terlihat tonjolan payudara Tika yang padat di balik baju renangnya. Rambutnya terurai pajang sebahu, dan wajahnya begitu ayu walaupun tanpa make-up sedikitpun.
“Mas kok kaget gitu ngeliat saya, memangnya kenapa ?”tanya Tika.
“Nggak apa2 hanya saja kamu kok lain sekali dari tadi malem”.
“Kenapa ? siang ini Tika terlihat jelek ya karena nggak pake make-up”.
“Wah sebaliknya malah, kamu keliatan sangat alami dan ayu walaupun tanpa make-up, saya bilang sih kamu lebih cantik dibanding tadi malam”.
“Wow thank you mas, I’m flattered”.
“Mana mbak Nita, kok nggak ikut”
“Dia nanti nyusul kok, ya udah ya, Tika tarok baju dikamar mas, dan pinjam handuk ya”
“Please my dear, ambil aja yang kamu perlu” kata gue sambil terus melihat badannya yang aduh duh duh.
Tika berenang nggak setop-setop, mondar-mandir.Sayangnya kolam renang di Sheraton Bandung ini nggak terlalu besar. Sementara gue duduk di bawah salah satu meja berpayung di pinggir kolam, sambil terus membayangkan badan Tika yang semakin jelas terlihat karena baju berenangnya yang berwarna hitam dan basah. Akhirnya setelah sekitar 30 menit berenang bagaikan ikan tanpa henti, Tika naik dan menuju ke meja dimana gue duduk.Terlihat payudaranya menerawang tembus melalui baju berenangnya yang basah, dan pahanya yang mulus tanpa selulit terlihat gamblang, karena baju bernenangnya yang berpotongan tinggi di bagian pangkal paha.
“Nggak minat mas untuk berenang, enak lho seger banget. Apalagi matahari terik begini”.”Nggak deh, saya masih ngantuk banget”
“Kalo gitu balik ke kamar yuk”Di kamar si Tika mandi dan gue nonton tv bengong sambil nunggu mana Dedi dan Nita kok nggak nongol2.
“Mas tolong dong tas Tika ketinggalan di atas tempat tidur” teriak Tika dari balik pintu kamar mandi yang terbuka sedikit.
“Oke tunggu bentar” kata gue sambil membawakan tasnya menuju ke kamar mandi.
“Tik ini tasnya” teriak gue sambil mengetuk pintu kamar mandi.
“Iya mas, tolong dong taruh di dalam aja” sayup2 guedenger suara Tika memberikan aba2.Gue langsung masuk untuk meletakkan tas berisi baju dan perlengkapan milik Tika.
Tepat saat itu,Tika keluar dari ruang kaca es tempat shower tanpa sehelai benangpun menutupi badannya.
“Eh mas kok ..”
“Sorry sorry ya” kata gue memotong kalimat Tika.
Langsung Tika menyambar handuk yang tergantung didinding untuk menutupi badannya.
“It’s okay mas, saya yang suruh mas masuk kan” kata siTika memberikan pengertian.
“Maaf ya tapi Tik tapi pokoknya wah banget deh kamu”.
“Hayo ngaco ah, udah sana keluar”.Waktu gue keluar kamar mandi, gue lebih kaget lagi bagaikan kena setrum 10.000 volt.
Karena ternyata Nita udah lagi di koridor pintu kamar gue dengan muka agak masam.
“Eh kamu udah dateng ya, kok bisa buka pintunya”.
“Iya emang nggak terlalu tertutupjadi saya bisa masuk”.
“Ayo duduk Nit””Iya entar aku mau ngomong dulu sama Tika” kata Nita yang terus masuk ke kamar mandi dan menutup pintunya.
Dan gue dengar sepertinya mereka berdua sedang berantem, karena suaranya terdengar meninggi dan agak keras, tapi nggak jelas apa yang dibicarakan. Mungkin gara2 gue baru aja keluar dari kamar mandi padahal adiknya masih di dalam dan Nita mergokin.Ah gitu aja kok repot gue mikirnya, apapun yang terjadi nothing to lose deh.”Wayooo embak tuh yang gitu” gue denger suara Tika pas dia keluar kamar mandi.
“EhTika, ..Tika sini dulu, mbak masih mau bicara”.
“Bodo ah, mas Boy Tika pulang dulu ya, trims boleh berenang, sampe nanti bye” kata Tika lalu ngeloyor keluar kamar gue.
“Kenapa sih kalian kok berdebat, aku kan denger disini”.
“Oh kamu denger ya, yeah it’s not your fault tapi saya harus kasih tau dia supaya jangan bebas2 sama cowoq”kata Nita.
“Eh kamu kok strict banget sih, tadi kan saya dan Tika nggak ngapa-ngapain non. Nggak usah dimarahin dong dia” kata gue lagi.
“Lho kamu malah belain adikku, memang sebenernya ada apa mas. Baru tadi malem kamu minta saya untuk bisa jadi pacar kamu, kok sepertinya kamu siang ini berubah halauan. Saya sih nggak apa2, yang penting kalo kamu sampai seneng sama Tika, tolong jangan mainin dia. Ituaja permintaanku” omel Nita sambil menarik mukanya.
Wah gue kok jadi BeTe (kalo kata anak pergaulansekarang), padahal gue belum berbuat apa2. Sial nih ceweq, emangnya dia satu2nya yang paling cakep.Ah tapi gue pilih diem aja, daripada ngebalesin kayak orang cerewet.Buru2 gue berdiri dan menghampiri Nita sambil membelai pundaknya.
“Nit, udahlah kok jadi temperamental begitu sih. Saya ini bener2 nggak ngapa-ngapain, kok jadi ikut kena omelan kamu, yuk mending kita keluar aja kemana gitu,makan batagor kek atau minum es dimana yuk” ajak gue untuk menetralkan suasana.
Langsung gue gandeng Nita utk meninggalkan kamar, eh ternyata di lobby hotel ketemu Dedi yang baru aja dateng. Terus kita akhirnya jajan ke Gelael di Dago bertigaan.Pendek kata di Bandung kali itu gue bisa lebih deket dgn Nita tapi tetep aja ini ceweq bener2 susah banget dideketinnya. Dan perseteruan antara Nita dan Tika ternyata tidak habis di hari itu saja, karena ternyata ada perang dingin diantara mereka.


Gue tau ini karena sejak itu Tika sering telepon gue di Jakarta, tapi kalo gue telepon empoknya nggak pernah dia cerita sedikitpun ttg adiknya yang sedang perang dingin sama dia.Satu minggu kemudian, sekitar jam 6 sore gue lagi pusing di kantor mikirin kerjaan yang belum dibayar sama client ketika satpam telepon dari bawah.
“Pak ada yang mau ketemu sama bapak, katanya udah kenal”.
“Siapa pak Min orangnya, dari perusahaan mana”.
“Oh bukan perusahaan pak, perempuan kok”.
“Ya sudah anterin ke atas pak”.Siapa lagi ada ceweq ke kantor gue udah hampir malem gini.
Tok .. tok .. tok pintu kamar gue diketok,
“ya masuk”.
“Hi mas, being busy all the time aren’t you”
“Kamu toh Tik, kok nggak bilang2 mau ke Jakarta”
“Ya mau kasih surprise ke mas Boy”.
“Sukses kamu kalo mau kasih surprise, karena saya memang bener2 kaget kamu mau ke kantor saya”.
“Mas lagi sibuk ya, apa saya ganggu atau saya pulang aja deh abis keliatannya mas Boy lagi suntuk gitu sih”.
“Iya emang lagi pusing mikirin kerjaan, tapi ada kamusnya langsung berdebar-debar deh jantungnya, terus
rasanya seger lagi akibatnya”.
“Ala mak gue tersanjung nih mas dengernya, eh kita nggak usah ngomong saya kamu boleh nggak mas. Habissaya terbiasa bebas dan rileks, tapi sama mbak Nita disuruh ngomong saya kamu kalo ke mas Boy””Boleh kamu mau ngomong gue lu, mau apa juga boleh kok kalo buat Tika”.
“Duh .. duh .. duuuh ngerayu nih, eh bener ya boleh minta apa aja. Sebab terus terang Tika lagi resah nihmas”
“Resah apa sih non, udah kayak orang sibuk aja pake resah”.Ternyata Tika dengan wajahnya yang terlihat jail serta ayu berjalan menghampiri gue di balik meja kerja gue.
Dan Tika langsung menjatuhkan badannya di pangkuan gue.
“Nah yang Tika minta adalah Tika pengen sekali cium mas Boy, terus terang sejak malam pertama ketemu mas
Boy waktu pergi sama mbak Nita ke ultah di Glosis,Tika udah langsung terpesona lho”
“Wah ampun deh, gue dirayu sama ceweK cantik, ya manatahan dong”.Tanpa memberikan jeda sedikitpun, Tika langsung mencium bibir gue, sampe gue kaget dan nggak bisa napas.
Tapi ya masak menolak durian runtuh, jadi gue sambut ciuman Tika yang ganas itu.Tika menciumi bibir, muka, dan leher gue bagaikan orang kehausan di padang pasir dan menemukan air.Sambil mendesah-desah Tika bilang,
“mas sorry ya, gue memang agak hyper sebenernya, eh tau nggak mas, Tika kan nggak pake celana dalam lho saat ini”.Selesai mengatakan itu, Tika mengangkat roknya yang gombrong dan menunggangi paha gue.
Terlihat rambut2 kemaluan Tika yang halus dan tertata rapih sekali dari antara kancing roknya yang menerawang.Kancing baju gue langsung dibuka oleh Tika dan dada gue diciumi bagaikan tiada hari esok lagi. Terdengar desahan nafas Tika semakin menggebu-gebu.Sambil terus menciumi dada gue, tangan kanan Tika merogoh kemaluannya dari belahan roknya sendiri dan mulai memainkan jari jemarinya untuk masturbasi.Gue saking kagetnya udah nggak kepikir untuk meraba atau membalas tindakan Tika atas diri gue, tapi batang gue terasa udah langsung melesat tegang.
Kemudian Tika mulai melepaskan ikat pinggang gue dan menurunkan ritsleting celana gue untuk meraih batang gue yang sudah tegang itu.Langsung dihisapnya batang gue dan dikocoknya dengan tangan kirinya, sementar tangan kanan Tika memainkan clitnya sambil menggoyang-goyangkan pinggulnya menikmati gesekan dan rabaan jari2nya sendiri.
“Ehmmpppfff hheeeehhhh” gue terengah menikmati hisapan dan permainan lidah Tika di ujung batang gue.Tuuuut, tuuuut, tiba2 telpon di meja gue bunyi.
“Mas jangan angkat dong please, I can’t wait no longer, please” kata Tika memelas.
“Sebentar aja ya non, takutnya ada urusan penting”kata gue masih terengah-engah karena sangat exciting atas apa yang dilakukan Tika.
“Hallo”
“Mas ini Nita, adikku ada di kantor mas ya”.
“Emmmm nggak tuh memangnya kenapa Nit”.
“Alah udah deh nggak usah ngibul, tadi kan aku lewat depan kantormu, dan ada mobilnya disitu”
“Eh .. oh . mmmmm, tadi memang dia kesini tapi hanya titip mobil aja katanya mau ke mana gitu”.”
Yang bener lah mas, aku kan tau gimana kelakuan adikku”.
“Bener tadi dia titip mobil, tapi sekarang ya aku nggak tau dia dimana”.Oh ya udah kalo gitu, nanti kalo ketemu bilangin kalo dia dicari sama ayah”.
“Oke Nit bye” kata gue menyudahi telpon dari Nita.
“Tuh kan apa gue bilang jangan diangkat lah”.
“Iya tapi kan saya pikir urusan kerjaan”.
“Well wahtever happening, let’s continue” kata Tika sambil langsung melanjutkan hisapannya di batang gue yang agak meleyot karena shock dapet telpon dari kakak si Tika.
Tedengar nafas Tika semakin memburu, dan dengan tiba2 dia mengangkat mukanya dan segera lompat duduk di atas paha gue. Dengan tangan kirinya, dipegang batang gue dan diarahkan menuju vaginanya yang sudah basah.
“Uuuuhhh feels so good, uuuuuh mas batang lu kok panjang banget ya, uuuuuuh gile deh, ahhhh asik bangetdeh, nggak salah deh dapet barangnya mas”
“Oh .. oh.. oh.. please hold my breast, yeah crush itmas, crush it hard” kata Tika memberikan aba2 ke gue.
Wah gue semakin terkaget-kaget, nggak nyangka Tika yang ayu bisa begitu buas saat make love.Tanpa membuang waktu, gue langsung selipkan kedua tangan gue dari balik baju Tika yang belum sempat dibuka. Walaupun ada bra yang masih dikenakan, gue remas dan belai payudara Tika yang memang sangat kenyal.Dengan gerakan yang fantastis dan menggebu-gebu, Tika menunggangi batang gue dengan kecepatan sangat tinggi.
“Uuuuhhhh Tik kamu enak sekali deh lubangnya, kencengbanget Tik, uuuuh kayaknya gue nggak tahan deh”.
“Aduuuh tunggu dong jangan keluar dulu, saya belum apa2 nih” kata Tika sambil melambatkan gerakan pinggulnya.
Dicabutnya batang gue dari vaginanya, lalu dengan kedua tangannya, Tika mulai memijat-mijat sekitar pangkal paha gue, dan sekitar pangkal batang.”Gimana mas, udah rileks kan, masih mau keluar nggak”tanya Tika kayak seorang derigen konser.Lalu Tika kembali menghisap batang gue dan mengocok dengan kedua tangannya.
“Mas I need your favor” kata Tika sambil mengeluarkan K-Y jelly merek Johnson dari tasnya.
“Apa ini Tik” tanya gue pura-pura nggak tau.
“Please put it with your finger, please but fingerfuck me slowly”.
Gue ambil secukupnya lalu gue oleskan di sekitarlubang pembuangan Tika. Tika mengambil posisi menunduk ke meja gue, lalu dengan perlahan gue oleskan jari2gue disekitar lubang itu.
“Ohhhhh feels fucking great, uuuuuuhhh, terus mas,ooooooh cepetan dikit mas”, terlihat tangannya memainkan clitnya sendiri dan memasukkan dua buah jarinya ke dalam vaginanya.
Setelah agak sesaat, Tika mulai meminta untuk memasukkan batang gue. Terus terang walaupun gue tau banyak dari bacaan ilmiah tentang fucking in the ass, tapi belum pernah sekalipun gue melakukannya.
Tapi kenapa nggak gue coba aja, jadi langsung gue arahkan ke lubang yang sudah di latih menggunakan batang jari gue yang lebih kecil.Akhrinya walaupun dengan agak sulit, gue berhasil masuk ke dalamnya. Wah bener2 ketat, tapi kayaknya gue sih nggak pengen lagi deh nyobain yang satu ini.Mungkin kalo mabok berat ya nggak opo-opo.
Malam itu gue dan Tika setelah selesai make love atau fucking atau apalah namanya, karena terus terang gue juga masih ngawang-ngawang dengan kejadian itu. Antara manis, sadis, dan yang lainnya bercampur aduk. Gue jadi jatuh hati dan iba dengan kebiasaan Tika yang diceritakan semuanya ke gue waktu kita makan sate ayam di mobil di jalan Sabang.
Rupanya Tika mempunyai pengalaman buruk waktu kecil,dia sering melihat ayahnya main serong dengan perempuan lain. Dan Tika mengalami depresi mental dan kekecewaan secara bawah sadar, yang muncul dengan bentuk selalu ketagihan.
Tika bilang kalo dia sedang horny, keluar keringet dingin dan berdebar-debar, tidak bisa konsentrasi dan agak temperamental, jadi Tika bisa saja ketemu cowoq langsung diajak ngamar kalo memang lagi kambuh.
Tapi hampir semua cowoq malah memanfaatkan, nggak cowoq Indonesia, nggak bule nggak Asia. Selesai makan gue anter Tika mengambil mobilnya dikantor gue lagi.
“Mas, bener ya tolongin Tika. Mas Boy baik sekali sama Tika. Terus kapan kita ketemu lagi mas”.
“Ya nanti kan kita bisa telepon2an, yang penting kamu harus selalu coba ingat kalo lagi kambuh. Bahwa saya selalu siap bantu kamu, inget kalo masih ada oranglain yang mau tolong kamu. Tik, mas sayang kamu, jaga diri ya”. Tika mengecup bibir gue dan masuk ke mobilnya.
Setelah Tika pergi, gue masuk mobil dan dalam perjalanan gue merenung akan apa yang baru aja guealamin. Gue pengen nolongin Tika, tapi berarti konsekuensinya gue harus jadi cowoqnya, atau gue nolongin sebagai teman, tapi kemungkinan agak sulit untuk bisa sembuhnya
Setelah kejadian malam itu, gue dan Tika masih beberapa kali ketemu dan melakukan kegiatan make love.Yang selanjutnya memang make love, karena dengan rasa sayang dan nggak brutal banget. Tapi setelah itu Tika kembali ke Inggris dan gue denger dari Nita, yang juga nggak berhasil gue pacarin, bahwa Tika memutuskan untuk tetap tinggal di negaranya si Lady Di almarhum. | Cerita Panas, Cerita Sex Perawan, Cerita Sex Terbaru, Cerita Sex Mahasiswi, Cerita Sex Terbaru, Cerita Sex Pembantu | www.bet77poker.com 


Kamu Laki-Laki Bukan Sih???

www.bet77poker.com | Cerita Panas, Cerita Sex Dewasa, Cerita Sex Party, Cerita Sex ABG, Cerita Sex Pacar, Cerita Mesum Terbaru 2015 | Kamu Laki-Laki Bukan Sih? – Suatu Kamis di Awal 1988, aku mendarat dengan pesawat Garuda di bandara Ngurah Rai, Bali pukul 20:30. Setelah selesai urusan di airport, aku keluar dan bertemu sopir partner kerjaku di Bali.
Cerita Panas terbaru | Saat itu kantor tempat aku bekerja sedang ada proyek di beberapa propinsi di Indonesia di antaranya Bali. Aku bertugas untuk mengawasi seluruh pekerjaan sehingga acap kali terbang kesana kemari dan paling sering yang kusinggahi adalah Bali, rata-rata 2 kalisebulan aku kunjungi Bali selama 2-3 malam.
“Selamat malam Pak Virano, ini kunci mobilnya..” dia memberi kunci mobil milik majikannya padaku. Memang partner kerjaku ini selalu menyediakan mobilnya untuk aku pakai selama aku berada di Bali.
“Bapak mau kemana setelah ini..?” tanyaku.
“Langsung ke S.., jam 11 Pak Arif akan datang kesana” katanya.
Cerita Panas | S adalah nama sebuah club di Kuta yang cukup terkenal banyak didatangi oleh orang-orang lokal, jarang ada orang bule disana. Memang Arif partner kerjaku ini mempunyai beberapa club di daerah Kuta, tapi kantornya sendiri ada di S.
“Kalau gitu Bapak ikut saya saja ke hotel, saya mandi sebentar lalu kita sama sama ke S”, ajakku.
“Boleh Pak, nanti saya tunggu di hotel”, ujarnya.
Sesampai di Pertamina Cottage yang tidak jauh dari airport, aku check-in dan segera mandi lalu berangkat ke S. Pada jam 10:45 aku sampai disana. S masih sepi. Resepsionis yang sudah mengenalku berkata..
“Pak Arif barusan telepon, dia datang kira kira jam 11:30, Bapak dipersilakan menunggu di dalam. Kalau ingin minum, pesan saja Pak, mari saya antar ke dalam”
“Mau duduk di mana Pak?” tanyanya kembali sesampai aku di dalam.
Suasana agak remang tapi masih bisa melihat jelas dari ujung ke ujung, musik pun sudah terdengar agak keras. Aku memilih duduk di bar. Terdapat sekitar 7 kursi bar di sekitarnya, aku pilih yang pojok kiri, di sebelahku ada seorang laki-laki duduk sambil menikmati segelas bir. Aku pesan Cointreau On The Rock double.
Kuperhatikan ada seorang gadis duduk di ujung bar sebelah kanan, sendirian, berpakaian cukup sexy, celana pendek ketat bahan kaos bermotif garis merah putih dengan alur melintang serta atasan menyerupai baju senam pendek sebatas bawah buah dadanya sehingga memperlihatkan perutnya yang putih mulus, tanpa lengan, ketat menempel di tubuhnya dengan bahan dan motif yang sama.
Rambut tergerai panjang sepunggung dan dada yang tampaknya padat menonjol menggairahkan, kaki putih panjang mengenakan sepatu boot hak tinggi. Kuperkirakan mungkin tingginya sekitar 167 cm dan berat kira kira 50 Kg, langsing dan sangat cantik.
Terlihat dia sedang menikmati segelas Stawberry Margarita. Setelah beberapa saat, aku lihat gelasnya hampir kosong. Aku katakan pada bartender agar dibuatkan satu Strawberry Margarita seperti yang diminum gadis itu. Setelah selesai, aku pegang dengan tangan kananku, sedangkan tangan kiriku memegang gelas minumanku. Lalu aku hampiri dia.
“Hai.. Kita minum sama sama ya, namaku Virano” kataku di hadapannya sambil aku sodorkan gelas yang berada di tangan kananku. Dengan tersenyum dia ambil gelas Margarita itu dari tanganku.
“Wah.. Berhasil” kataku dalam hati.
Namun masih dengan tersenyum pula gadis itu memiringkan gelas tersebut sampai semuanya tumpah ke lantai, aku terkejut melihatnya dan rasanya muka ini panas membara mungkin karena marah atau malu aku tidak tahu. Tapi dengan santainya dia berkata:
“Terima kasih, minumannya enak sekali dan sudah habis..” bicaranya sangat sinis sekali.
Aku kembali ke tempat dudukku dengan menahan rasa malu. Tak lama, seorang waitress membisikiku..
“Kalau Bapak sudah selesai dengan dia, bapak ditunggu Pak Arif di kantornya”, ternyata waitress ini mengetahui kejadian barusan.
Aku habiskan minuman dan berjalan ke lantai 2 tempat Arif berkantor.
“Vir, sorry ya, lama nunggu gua, mau minum apa, gua pesan ke bawah ya” kata Arif.
“Tidak usah, gua baru minum 2 gelas double di bawah tadi” jawabku.
Lalu kami sibuk membicarakan pelaksanaan proyek dengan salah satu BUMN besar yang cabangnya ada di Denpasar dimana pelaksanaan untuk Bali dan NTT aku serahkan pada Arif dengan bagian sebesar 15% dari total proyek hingga dia bisa membeli 2 mercy Bulldog E300 terbaru saat itu.
Arif sangat diuntungkan karena segala pengaturan baik harga maupun lainnya sudah aku selesaikan di kantor pusat. Arif hanya tinggal menyediakan perusahaannya untuk dipakai dan pengurusan administrasi paper work, oleh sebab itu kalau aku datang ke Bali, aku selalu dinomorsatukan oleh dia.
Telepon di samping mejanya berdering, lalu diangkat oleh Arif.
“OK, naik saja, aku lagi sama bossku dari Jakarta” katanya di pesawat telepon.
Tak lama pintu yang di belakang tempat dudukku terbuka. Aku tidak menoleh, tiba tiba terdengar suara..
“Ooh.. Nanti saja dah, aku di bawah dulu..” terdengar suara seorang gadis dengan nada terkejut.
“Ee.. Rara, masuklah sebentar, ini kenalkan bossku baru datang dari Jakarta” panggil Arif.
“E.. E.., nggak usahlah, nanti lagi saja, minumanku belum habis di bawah..” nada ragu ragu kembali terdengar.
“Ayolah.. Sebentar saja, nanti aku panggil waiter suruh bawa minuman kamu, atau bikin baru saja” paksa Arif.
Aku tetap tidak menoleh, perasaanku sudah mengatakan bahwa dia adalah gadis yang sombong tadi dan aku harus pasang strategi. Dengan terpaksa dan perlahan dia menghampiri meja Arif.
“Rara, Virano bossku dari Jakarta, Virano, Rara, dari Jakarta juga, tapi sering berada di Bali” Arif memperkenalkan kami.
Perlahan gadis itu menjulurkan tangannya padaku dengan tampang ditekuk habis tanpa senyum. Aku menatap matanya dengan tajam, kuarahkan mataku dari ujung kepala sampai ujung kakinya, kutelanjangi dia dengan mataku lalu kembali kunaikkan mataku dan kutatap matanya dengan tajam. Terlihat dari sinar matanya seakan dia dalam suatu perangkap ketakutan sendiri. Tanganku tetap berada di paha, tidak kujulurkan untuk menyambut ajakan berjabatan tangan Rara, lalu aku menolehkan pandanganku pada Arif sambil berkata..
“Jadi besok lu jemput gua ke hotel atau lebih dekat kalau gua ke kantor lu aja jam 10-an, gua sudah telepon mereka untuk pertemuan besok jam 11 di kantornya”.
Arif dalam keadaan terbengong bengong melihatku tanpa suara, pandangannya dialihkan ke Rara seakan bertanya sesuatu yang sangat mematikan. Seketika Rara berlari keluar dari kantor Arif.
“Heh, ada apa ini.., nggak sopan lu sama cewek” sergah Arif.
Aku ceritakan kejadian di bar tadi, dan Arif berkomentar..
“Rasain, kali ini kena batunya dia, pasti dia malu sama gua.. Dia lagi ngejar gua nih, gua nggak mau. Selama ini dia memang sok jual mahal sama semua cowok di sini. Dia seorang model dan peragawati Jakarta yang baru mau muncul di permukaan” Arif bercerita.
Akhirnya setelah selesai urusanku dengan Arif, aku kembali turun ke bawah setelah mengambil kunci 626 di mejanya. Lalu aku kembali ke bar dan memesan gelas ketiga, tampak Rara masih duduk di ujung sambil memutar duduknya begitu melihat aku duduk di situ. Aku kembali memesan satu Margarita dan aku hampiri dia.
“Rara, untuk gelas kedua ini, kalau kamu mau siram ke lantai, biar aku yang siram buat kamu, tapi kalau kamu mau minum, mari kita berkawan sejak saat ini dan maafkan aku” aku berkata.
Dia tatap mataku, kuberikan senyuman lebar dan manis sambil mengangkat bahuku untuknya. Perlahan tapi pasti, dia tersenyum dan mengambil gelas dari tanganku dan disentuhkan pada gelasku untuk toast. Kami minum bersama sama. Aku dekati telinganya lalu berbisik..
“Maafkan aku ya tadi di dalam..”
“Maafkan aku juga, tapi kamu jahat bikin malu aku didepan Arif” protesnya.
“Kamu juga bikin malu aku di depan para pegawai Arif, hayoo.. Parah mana”
Dia mencubit lenganku. Kutaruh tanganku di bahunya. Dengan sedikit gerakan menarik, kepalanya mendekat, dan aku kecup pipinya kanan kiri.
“Daripada sama-sama malu, lebih baik kita pergi dari sini, antar aku makan, soalnya aku alergi. Kalau malu, perut langsung keroncongan..” gurauku.
“Huuh, pake alasan aja, bilang aja mau ajak aku keluar dari sini” jawabnya menggoda.
Kami duduk di restoran di depan S, di lantai 2 yang menghadap ke jalanan sambil mengobrol ngalor ngidul. Selesai makan, 2 gelas Cointreau double dan 3 gelas Margarita kami tenggak lagi sampai kulihat jam telah menunjukkan pukul 1:30 pagi.
Rara, asal Jawa Tengah, besar di Jakarta, berumur 23, baru selesai kuliah jurusan ekonomi, sekarang sedang meniti karier di bidang modelling dan dunia peragawati, tinggi 169 cm, berat 52 Kg yang semampai.
“Rara, kamu tinggal dimana? Besok aku ada meeting, jadi musti istirahat” sengaja aku tidak menawarkan untuk mengantar dia, walaupun aku ada kendaraan yang aku bawa sendiri.
“Aku di Sanur..” jawabnya. Wow, cukup jauh juga.
Dalam keadaan normal, aku tidak akan pernah membiarkan seorang wanita untuk pulang sendiri apalagi malam/pagi hari begini, tapi saat itu aku masih ingin menunjukkan keacuhanku.
“Kamu bisa pulang sendiri nggak, karena hotelku dekat di sini”
“OK, nggak apa, banyak mobil sewaan kok” jawabnya agak kesal.
“Bener nih, atau aku antar aja ya” kataku, sengaja membuka front.
Mungkin dia juga sudah kepalang gengsi hingga menjawab..
“Bali kan jauh lebih aman dibandingkan Jakarta, kalau aku dibiarkan pulang sendiri di Jakarta, aku nggak bakal mau kenal kamu lagi” jawabnya diplomatis.
“OK deh, hati hati ya” aku dekatkan bibirku dan mengecup pipi kiri dan kanannya sambil kupegang belakang telinganya, akhirnya kudaratkan ciuman ringan pada bibirnya.
Otomatis dia pun membalas ciuman bibir tersebut.
“Besok jam 10 kita ketemu di sini lagi ya” bisikku di telinganya sambil kuhembuskan nafas hangat ke dalam lubang telinganya. Dengan sedikit menggelinjang, dia menjawab..
“Deal” katanya mantap. Akhirnya kami pulang berlainan arah. Aku kembali ke hotel sambil membayangkan yang akan terjadi esok malam.
Setelah seharian cukup lelah mengurus pekerjaan dengan Arif, aku kembali ke hotel jam 4 sore. Masih cukup waktu untuk santai berenang di kolam renang hotel. Pertamina Cottage adalah bangunan tua yang belum direnovasi seperti sekarang ini, saat ini sebuah cottage yang sudah berubah menjadi 2 kamar hotel, sedangkan dulu masih berupa satu kamar dengan ukuran luas, sehingga sangat nyaman tinggal disana.
Salah seorang presiden Amerika pernah tinggal di salah satu suite di sana dengan kaca anti peluru. Salah satu mantan Presiden Indonesia pun mempunyai cottage khusus yang konon tidak pernah disewakan pada tamu lain.
Aku masih sempat tidur sekitar 3 jam dan pada jam 10:15 malam aku tiba di S dan Rara sudah duduk di bar. Tampak minumannya baru berkurang sedikit, tanda bahwa dia juga baru datang. Malam ini dia tampak lebih cantik dan anggun dibanding kemarin, mengenakan rok tipis terusan warna hitam agak span dengan belahan di sisi kiri sampai pertengahan pahanya, potongan dan bahan roknya sedemikian rupa sehingga menempel ketat di tubuhnya. Leher berbentuk V lebar yang cukup rendah, terlihat jelas sebagian buah dadanya yang montok. Rambutnya diikat ke atas, memperlihatkan bentuk lehernya yang jenjang.
“Sorry, aku terlambat ya.. Cukup lelah seharian bareng Arif ngurusin kerjaan, jadi aku ketiduran, kamu sudah lama?” tanyaku basa basi. Aku kecup pipi kiri kanannya.
“Nggak juga, cuma baru 3 jam, tadi sempet bantuin bersihin meja di sini”, jawabnya dengan riang.
Aku tahu dia hanya menggoda.
“Wah, rugi deh si Arif kalau tamunya semua kaya kamu” jawabku.
“Emang kenapa? Terbalik lagi, kalau tamu banyak yang kaya aku, bakal banyak cowok yang masuk ke sini tahu..” katanya PD. Memang pada hari Jumat itu, sudah agak banyak tamu yang datang dan banyak pula yang memandang ke arah Rara.
“Tamu kaya kamu bikin rugi dong, masa 3 jam cuma minum 1 teguk, tuh gelasnya masih penuh he he he” ujarku.
“Aah.. Kamu bisa aja, awas ya aku bales kamu nanti” jawabnya sambil tangannya mencoba mencubit hidungku.
Aku tangkap tangannya, lalu aku cium punggung tangannya, bibirku menelusuri jari tengahnya, sampai di ujung jari, aku buka mulutku lalu jarinya kumasukan ke mulutku sambil aku hisap perlahan-lahan. Rara menarik nafas panjang terkejut.
“Awas kamu ya, jangan bikin aku horny di sini”, ujarnya sambil menarik tangannya yang basah kena liurku.
“Mau temani aku makan nggak?, atau kamu tunggu di sini, aku makan dulu” aku menggoda dia.
“Kamu bisa serius nggak sih, masa aku ditinggal di sini, kan kita janjian malam ini, kalau aku ditinggal terus ada cowok lain menggodaku gimana” sambil merajuk dia berkomentar.
“Menggoda itu hak mereka, mau atau nggaknya tergantung kamu, di samping itu, bagus dong ada yang menggoda kamu, itu artinya cewekku laku, aku nggak salah pilih dan itu bukan pasti lagi karena ini malam minggu Non, 10 menit aku tinggal kamu, 10 cowok juga akan mengerubung di sini”
“Untung sudah sadar kamu, yuk kita makan, aku juga lapar nih” katanya sambil menggandeng lenganku keluar dari S.
Kami menuju warung Made, makan dan minum sampai jam 12 malam. Aku sudah agak pusing kebanyakan minum.
“Kita teruskan mengobrol sambil minum di hotelku ya” uajrku akhirnya.
Langsung aku bayar bon tanpa menunggu jawaban dan aku peluk bahunya sambil berjalan ke arah mobil. Rara melingkarkan tangannya di pinggangku, rupanya Rara pun mengerti bahwa itu adalah pernyataan, bukan pertanyaan.
Kebetulan bar dan coffe shop di hotel sedang direnovasi, jadi kami berjalan menyusuri beberapa cottage menuju kolam renang. Di sana ada restoran yang buka sebagai pengganti coffee shop dan bar.
Di tengah perjalanan, aku lingkarkan tanganku ke bahunya. Tidak terasa ada tali BH di pundaknya. Lalu tanganku kuturunkan ke punggungnya, kutemukan kaitan BH di sana, rupanya Rara memakai BH model strapless. Kucari kaitannya, cuma satu. Dengan sekali sentakan antara telunjuk dan ibu jariku, terlepaslah kaitannya.
“Vir, gila kamu ya, lepas nih BH-ku” katanya sambil memukul bahuku.
“Aku rasa lebih indah kalau kamu nggak pake BH, sekarang mau aku yang lepas atau kamu lepas sendiri” aku tersenyum.
“Kalau orang-orang liat gimana, kan aku malu, lagian nanti kamu marah aku diliatin banyak orang” ujarnya sambil tangannya menarik BH dari balik bajunya dan disimpan di tas kecilnya.
“Kenapa musti malu, kan putingnya masih di dada, belum di perut” bisikku sambil tertawa kecil.
“Makin banyak orang yang liatin kamu, semakin bangga aku jalan sama kamu” kataku mantap hingga dia tidak berkomentar lagi.
Dengan bahan pakaian tipis dan menempel ketat di kulit Rara seperti itu, jelas sekali terlihat bentuk buah dadanya yang indah bulat dan menantang tegak, terasa sekali masih sangat kenyal waktu dia melingkarkan tangannya di lenganku sampai menekan buah dadanya.
Akhirnya kami sampai di restoran. Di tepi kolam renang masih ada beberapa tamu di sana. Setelah selesai makan, kami duduk-duduk di tepi kolam renang menggunakan 2 kursi pantai yang biasa dipakai untuk berjemur. Kami mengobrol dari ujung ke ujung, bercanda riang dan diselingi oleh ciuman dan rabaan.
Sampai akhirnya Rara berbalik, naik duduk di atas pahaku dan menarik leherku, kami berciuman dengan penuh gairah dan panas. Kucium bibir Rara dari ujung kiri sampai ujung kanan diiringi gigitan-gigitan kecil. Rara pun tak mau kalah, dimasukkannya lidahnya ke dalam mulutku mencari lidahku, tanganku menjalar sepanjang dadanya, kuremas buah dadanya satu persatu, kupelintir putingnya. Rara terengah-engah kenikmatan sambil tangannya meremas penisku yang telah menegang.
Cukup lama kami berciuman sampai akhirnya kami kecapaian sendiri dan kembali kami duduk menghadap kolam, kulirik ke arah restoran. Beberapa orang tampak melihat ke arah kami duduk. Kulihat sudah jam 2:30 pagi, pada jam 9 aku harus ke airport pulang ke Jakarta.
“Rara, pulang yuk, aku harus ke airport jam 9 besok pagi, pulang ke Jakarta” ajakku. Rara diam tidak berkomentar.
Setelah kutanda tangani bon, aku ajak Rara jalan menuju ke arah jalan masuk tadi.
“Kali ini aku antar kamu pulang ke Sanur ya” bisikku. Rara masih diam, aku tidak berani melihat wajahnya. Sewaktu
kami berjalan di antara beberapa cottage, tiba tiba Rara mencengkeram lenganku keras sekali.
“Virano, kamu laki-laki bukan sih?” suaranya tegas, mantap dan agak mengejutkanku. Sekejap aku bingung untuk mencari jawabannya, padahal aku sudah tahu arahnya. Aku berhenti dan menarik dia ke pelukanku dengan erat.
“Kamu mau?” dengan sangat lembut aku bisikkan di telinganya. Dia hanya mencium bibirku dengan lembut tanpa nafsu sama sekali sambil berkata lirih..
“Sejak kemarin..”, lalu aku ajak dia untuk berbalik arah menuju cottageku yang memang telah kami lewati sedari tadi.
Sesampai di dalam, tanpa berkata-kata lagi, kujelajahi leher jenjang Rara dengan lidahku. Rara pun menengadahkan kepalanya untuk memberi ruang lebih luas buatku untuk bergerak. Kujilat belakang telinganya, kemasukkan lidahku ke dalam telinganya.
“Ooh.. Kamu kejam, sejak kemarin aku merindukan seperti ini” desah Rara.
Kucium dengan lembut bibirnya, demikian pula dia. Lama kelamaan ciuman kamu semakin hot, saling berebut mencari lidah masing-masing sementara tangan Rara sudah berhasil membuka celanaku dan terjatuh ke bawah. Sekarang Rara sibuk untuk membuka kemeja lengan pendekku sehingga aku tinggal memakai celana dalam.
Aku pun tidak tinggal diam, kutarik sangkutan baju Rara dari bahunya dan kuperosotkan ke bawah sehingga tinggal G-String yang melekat di tubuhnya. Kuraba vaginanya, bulu-bulu tipis menyelimuti sekitar vaginanya. Kucoba mencari liang vaginanya melewati klitorisnya.
“Vir.. Jangan siksa aku lagi kali ini.. Oohh..” katanya lirih bergairah.
“Aku janji Ra.. Kamu akan dapat yang terbaik..” kataku sambil memasukkan jari tengahku ke dalam liangnya.
Rara mencari penisku di balik celana dalam, dan diremas remas serta dikocoknya, penisku yang memang sudah tegang segera menyembul dari balik celana dalam. Perlahan tapi pasti, kami menggerakkan kaki kami ke arah ranjang yang berukuran king size sambil melepaskan celana dalamku.
Aku didorongnya sehingga telentang tiduran dan Rara menindihku sambil terus menciumi leher dan turun ke dadaku. Dihisapnya kedua putingku sambil tangannya terus mengocok penisku. Sesampainya ke arah perut, Rara tidak melanjutkannya ke bawah, tetapi balik lagi mencium bibirku sambil berusaha membuka celana dalamnya dan mengarahkan penisku ke liang vaginanya.
Hmm, aku sudah dapat mengukur tingkat permainannya. Aku menahan pantatnya agar tidak diturunkan lalu aku balikkan badannya sehingga sekarang dia berada di bawah.
“Rara, kamu tidak boleh menolak, nikmati saja apa yang akan kuberikan padamu” ujarku.
Kucium bibirnya, turun ke putingnya kiri kanan, kujulurkan lidahku berputar putar di putingnya lalu kuhisap putingnya bergantian sambil jari telunjukku berputar-putar di klitorisnya.
“Ohh.. Uuhh.. Ennaak banger Vir.. Terus lebih kencang” teriaknya.
Lidahku kuturunkan ke perutnya, kujilat pusarnya sampai sekeliling pinggangnya, lalu kususuri bulu bulu tipisnya dan akhirnya lidahku menemukan klitorisnya. Tiba tiba, Rara menahan kepalaku.
“Jangan Vir, aku belum pernah dioral sebelumnya” rintihnya.
Tak kupedulikan rintihannya, lidahku terus berputar putar dan menghisap klitorisnya. Rara kelojotan keenakan, kepalanya dilempar ke kiri dan kanan, tangannya meremas kepalaku dengan keras, tak lama terasa pantatnya mengejang dan Rara berteriak sejadi-jadinya..
“Vir.. Aku keeluuarr.. Ooh..”
Sekitar beberapa detik badannya mengejang, terasa vaginanya semakin basah dan ada lendir yang keluar. Aku jilat dan hisap semuanya. Aku teruskan pengembaraan lidahku di vaginanya, kali ini aku permainkan bibir vaginanya dengan bibirku, kujelajahi seputar bibir vaginanya menggunakan lidahku, lalu kumasukkan sedalam-dalamnya ke vaginanya. Kuputar lidahku di dalam vagina Rara yang halus.
“Terrus Viir, aku bisa kelluaar lagi, ooh.. Auuchh..” beberapa saat teraaa kembali cairan nikmat memenuhi liang vaginanya, pertanda orgasme yang kedua buat Rara.
Akhirnya ditariknya kepalaku.
“Sudah Vir, aku nyerah, aku nyerah, gila kamu ya, ooh sungguh nikmat aku hari ini..” Rara berceloteh lemas.
Melihat dia lemas, aku menjadi tidak tega untuk melanjutkan permainan. Aku beristirahat sebentar sambil meremas-remas buah dadanya. Tak berapa lama, mungkin Rara tersadar bahwa aku belum apa-apa hingga ia menarik tubuhku ke atas tubuhnya. Kunaiki tubuhnya dengan bertumpu pada tangan dan lututku, kuarahkan penisku ke vaginanya. Rara membuka kakinya lebar lebar.
“Perlahan Vir..” pintanya.
Penisku menyentuh bibir vaginanya. Kudorong sedikit, terasa sempit dan kecil sekali vaginanya, sulit buat penisku untuk masuk. Aku menunduk lalu membasahi vaginanya dengan ludahku. Kuulangi mendorong penisku, masih tetap sulit untuk masuk, tapi lebih mendingan dibanding yang pertama tadi.
Saat sudah masuk sekitar setengah kepala penisku, kugoyang pantatku ke kanan dan kiri dengan perlahan dan halus sambil terus berciuman dengan penuh nafsu dan gairah hingga akhirnya setengah dari penisku berhasil masuk. Rara mendelikkan matanya dan berteriak..
“Sakiit Vir”.
Aku berhenti sebentar agar memberi kesempatan Rara beradaptasi. Saat terasa Rara mulai menggoyangkan pinggulnya pertanda mulai dapat merasakan nikmatnya, lalu kembali kudorong penisku agar masuk semuanya, cukup sulit walaupun akhirnya dengan perjuangan antara nikmat dan sakit, penisku berhasil masuk semua.
Kembali Rara terengah-engah sambil mendelikkan matanya. Aku tahu, dia masih merasa sakit. Kudiamkan sejenak agar Rara merasakan sakitnya hilang berganti kenikmatan. Saat Rara mulai menggoyangkan pinggulnya, kukedutkan penisku dengan permainan otot keggel. Rara kembali berteriak dengan kerasnya..
“Vir.. Ampun.. Enaakk amaat..”
Lalu mulai kukocok penisku perlahan, terasa cairan vagina Rara mulai membasahi sehingga kocokanku semakin lancar, sambil kukocok kadang-kadang pada saat masuk semua, aku tahan sejenak dan kumainkan otot keggelku kembali hingga tak lama Rara pun orgasme yang ketiga malam itu.
Penisku masih keras tertancap di vaginanya. Kurapatkan dan kuluruskan kakinya sambil terus kumajumundurkan pantatku. Pada posisi ini, vagina Rara menerima tusukan penisku bersamaan dengan klitorisnya menerima gesekan batang penisku, Rara pun berusaha untuk menggoyang pantatnya mencari kenikmatannya hingga tidak sampai 5 menit kemudian, kembali Rara berteriak..
“Vir.. Aku mau keluar lagi, terus Vir gesek, tekan tekan yang dalam.. Oohh.. Yeeah.. Aku keluuaarr lagi Vir..” Rara berteriak sambil menggelengkan kepalanya. Akhirnya Rara ambruk lemas.
“Apa yang harus aku perbuat Vir, aku menyerah kalah hari ini, tapi aku nggak kapok, aku pingin lagi..”
Tiba tiba Rara mendorong aku sehingga kami berguling tanpa melepas penisku dari vaginanya. Rara duduk di atas penisku yang tertancap dalam di vaginanya. Rara mulai memutar pinggulnya, perlahan-lahan semakin lama semakin cepat sampai seperti penari hula hop dengan kecepatan tinggi, penisku terasa diremas remas olah vagina Rara dan..
“Ra.. Terasa mau keluar nih..” ujarku.
Rara semakin mempercepat putarannya dan akhirnya terasa spermaku meledak di dalam vaginanya, bersamaan dengan itu Rara pun berteriak keras-keras, orgasme yang ke 5. Rara ambruk di dadaku lemas dan nikmat. Terasa penisku mulai mengecil lalu Rara berguling telentang di sampingku sambil tangannya mengenggam penisku. Aku bangkit, mengarahkan mulutku ke vagina Rara. Terlihat campuran dua cairan cinta meleleh di vagina Rara, aku jilat dan hisap sebisanya dari vagina Rara, kukumpulkan di mulutku.
“Vir, apa lagi yang mau kamu lakukan padaku, aku bisa mati keenakan nih hari ini..” Rara mengerang sambil menggoyangkan pantatnya keenakan.
Kulihat Rara memejamkan matanya sedang menikmati lemasnya badan dan tulang-tulangnya. Kudekati wajahnya dan tiba tiba kucium bibirnya. Rupanya Rara dapat merasakan bahwa mulutku masih belepotan.
“Vir, jorok iih, itu kan spermamu dan cairan vaginaku..”
Tak kupedulikan protesnya, kutahan kepalanya, kucium bibirnya dan lidahku menyeruak membuka mulutnya hingga Rara menyerah dan membuka mulutnya. Kutumpahkan sebagian cairan yang ada di mulutku ke mulut Rara. Mula-mula dia menolak, tetapi lama-kelamaan dia menjulurkan lidahnya dan kamipun berciuman dengan hot.
“Ra, tidak ada sedikit pun yang kotor dan jorok dari tubuh pasangan sex kamu. Kamu harus memegang prinsip itu apabila kamu ingin menikmati hubungan sex yang sesungguhnya. Segala apa yang ada di tubuh pasangan kamu adalah bersih dan harum dan untuk kamu nikmati juga untuk kenikmatannya. Dengan cara itu, kamu akan lebih bergairah dalam berhubungan sex”, kataku.
Kami tertidur telanjang. Sewaktu bangun aku terkejut, jam 1 siang, berarti aku ketinggalan pesawat kembali ke Jakarta. Akhirnya aku telepon pihak Garuda dan mengubah jadwal pesawatku kembali ke Jakarta untuk hari Rabu. Berarti masih ada 3 malam aku akan bersama Rara. Ternyata Rara mendengar pembicaraanku di telepon dengan petugas Garuda.
“Vir, terima kasih ya telah kamu tunda kepulangan kamu, berarti aku masih bisa mereguk kenikmatan lebih banyak dari kamu dan juga aku ingin menikmati hubungan sex yang sesungguhnya” ujarnya gembira.
Selama 3 hari 3 malam, kami jarang keluar kamar, paling paling untuk makan malam saja. Selama 3 hari itu juga kami mereguk kenikmatan sex yang sesungguhnya. Rara sudah berani mengoralku, bahkan di hari terakhir aku orgasme di mulutnya dan ditelannya sebagian spermaku.
“Vir, kapan datang lagi?” tanyanya memelas.
“Mungkin 2 minggu lagi” jawabku.
“Kalau mau kesini, masih mau aku temani nggak?” tanyanya.
“Kalau kamu masih mau, mana mungkin aku nggak mau, tapi kalau ada cowok kamu gimana?” balasku.
“Aku janji, kalau kamu datang, biarpun ada cowokku di sini, aku akan berusaha menemani kamu” jawabnya.
“OK dah, toh tiap kali datang aku pasti ke tempat Arif di S, mungkin kita bisa ketemu di sana” kataku. Pada saat itu belum ada HP.
Pada hari Rabu aku kembali ke Jakarta, dan memang setiap 2 minggu sekali aku usahakan pergi ke Bali dengan alasan untuk mengontrol proyek. Selama itu pula tiada semalam pun aku lewatkan di Bali tanpa Rara. Namun proyek itu selesai 6 bulan kemudian hingga aku kehilangan Rara.
Setahun kemudian, pernah sekali aku bertemu Rara di Jakarta Ratu Plaza. Kami pun bernostalgia dan aku ajak Rara ke hotel. Di dalam kamar kami menumpahkan kerinduan kami dengan bercinta sepuas-puasnya dan sangat terasa Rara sudah sangat piawai dalam bercinta, namun Rara tetap menyisakan misteri. Aku tidak tahu dimana dia tinggal di Jakarta.
Misteri mulai terkuak karena beberapa tahun kemudian, wajah Rara mulai banyak menghiasi majalah majalah serta berbagai berbagai pagelaran mode selalu menampilkan Rara sebagai peragawatinya. Tampak dia semakin dewasa dalam penampilannya, namun aku tidak pernah berusaha untuk menjumpainya demi menjaga privacy dia.
Akhirnya sekitar tahun 1993, kulihat berita bahwa Rara akan menikah dengan seorang pengusaha muda Jakarta yang bisnis utamanya di bidang pariwisata Bali. Saat itu kudoakan agar perkawinan Rara langgeng. Tahun 1995, saat aku ke Bali lagi, aku sempat bertemu Rara dengan suaminya.
Di penghujung tahun 2000, kubaca lagi Rara di kematangan usianya sebagai wanita dewasa yaitu kini menjabat sebagai direktur utama perusahaan suaminya di Bali dan mendirikan sebuah perusahaan EO. Aku bersyukur, dan sampai dengan saat ini perkawinan mereka masih langgeng dan aku yakin bahwa Rara tidak menyia-nyiakan pengalamannya bersamaku dalam membina hubungan sex dengan suaminya.
Untuk Rara, bila kamu kebetulan juga membaca cerita ini, buatlah ini menjadi kenangan kita bersama. Buat mereka yang pernah terlibat dalam pertemuan kami, mungkin masih akan teringat bila membaca cerita ini, tapi tidak untuk mereka yang lain karena nama-nama di cerita ini telah berubah walaupun masih dengan initial yang sama. Mungkin suatu saat secara kebetulan kita masih berkesempatan untuk bertemu lagi, entah kapan | www.bet77poker.com